Quizzzzz!!!!

Daftar Isi

Quizzzzz!!!!
Gak boleh ngasal ,kalau ngasal report!!!
*Carilah majas simile, metamora, personifikasi didalam cerpen tersebut

Garam & Telaga

Suatu sewaktu, hiduplah seorang tua yg bijak. Pada sebuah pagi, datanglah seorang anak muda yg sedang dirundung banyak dilema. Langkahnya gontai & air muka yg ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yg tak senang.

Tanpa mencampakkan waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yg bijak, cuma mendengarkannya dgn saksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, & meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, & katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.

“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, kemudian mengajak tamunya ini, untuk berlangsung ke tepi telaga di dlm hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, & alhasil sampailah mereka ke tepi telaga yg hening itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dlm telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk & tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dr telaga ini, & minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.

“Segar.”, sahut tamunya.

“Apakah ananda merasakan garam di dlm air itu?”, tanya Pak Tua lagi.

“Tidak”, jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, ialah layaknya segenggam garam, tak lebih & tak kurang. Jumlah & rasa pahit itu ialah sama, & memang akan tetap sama.

“Tapi, kepahitan yg kita rasakan, akan sangat tergantung dr wadah yg kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dr perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Makara, ketika ananda mencicipi kepahitan & kegagalan dlm hidup, hanya ada satu hal yg bisa ananda kerjakan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu kemudian kembali memberikan anjuran . “Hatimu, yaitu wadah itu. Perasaanmu yaitu daerah itu. Kalbumu, adalah daerah ananda menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg bisa meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesegaran & kebahagiaan.”

Keduanya kemudian beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yg lain, yg sering datang padanya membawa kegelisahan jiwa.

Demikianlah, hatimu yaitu wadah itu. Perasaanmu ialah tempat itu. Kalbumu, ialah daerah ananda memuat semuanya. Makara, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesejukan & kebahagiaan.

Jawaban:

Majas Simile

– Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, kemudian diaduknya perlahan.

– Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk & tercipta riak air, mengganggu ketenangan telaga itu.

Majas Metamora

– Tamu itu, memang terlihat seperti orang yg tak bahagia.

– Tanpa mencampakkan waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya.

Majas Personifikasi

– Makara, ketika ananda mencicipi kepahitan & kegagalan dlm hidup, hanya ada satu hal yg bisa ananda lakukan. Lapangkanlah dadamu mendapatkan semuanya.

– Demikianlah, hatimu yaitu wadah itu. Perasaanmu ialah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat ananda memuat semuanya.

jangka panjang
3. Pada kalimat pertama kutipan di atas terdapat kata zat adiktif. Jelaskan apa yg kalian ketahul ihwal zat tersebut!
Teks Cerita Inspirasi untuk menjawab soal nomor 4 & 5
Garam & Telaga
Suatu sewaktu, hiduplah seorang tua yg bijak. Pada sebuah pagi datanglah seorang anak muda yg sedang dirundung
banyak dilema. Langkahnya gontal & air tampang yg net Tamu itu, memang terlihat mirip orang yg tak bahagia
Tanpa membuang waktu, orang itu mencentakan semua masalahnya. Pak Tua yg bijak, cuma mendengarkannya
dengan seksama la kemudian mengambil segenggam garam, & meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya
garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. Coba, minum ini, & katakan bagaimana rasanya.”, ujar Pak bau tanah itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum la, kemudian mengajak tamunya ini, untuk benalan ke tepi telaga di dlm hutan akrab tempat
tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, & akhimya sampailah mereka ke tepi telaga yg tenang itu.
Pak Tua itu, kemudian kembali menaburkan segenggam garam, ke dlm telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya
gelombang mengaduk-aduk & tercipta riak air, mengganggu ketenangan telaga itu. Coba, ambil air dr telaga ini, & minumlah
Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, Bagaimana rasanya?”.
“Segar.”, sahut tamunya.
“Apakah ananda merasakan garam di dlm air itu?”, tanya Pak Tua lagi.
“Tidak”, jawab si anak muda
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. la kemudian mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di
samping telaga itu. Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, ialah layaknya segenggam garam, tak lebih & tak kurang
Jumlah & rasa pahit itu ialah sama & memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan yg kita rasakan, akan sungguh tergantung dr wadah yg kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dan
perasaan kawasan kita menaruh semuanya itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat ananda mencicipi kepahitan
dan kegagalan dlm hidup, cuma ada satu hal yg bisa ananda lakukan Lapangkanlah dadamu menerima semuanya.
Luaskanlah hatimu untuk memuat setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu lalu kembali memberikan rekomendasi Hatimu, yakni wadah itu. Perasaanmu ialah daerah itu. Kalbumu, adalah
tempat ananda memuat segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu mirip gelas, buatlah laksana telaga yg mampu
meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesejukan & kebahagiaan
Keduanya kemudian beranjak pulang. Mereka sama-sama berguru hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan
“segenggam garam”, untuk anak muda yg lain, yg sering datang padanya menenteng keresahan jiwa
Demikianlah, hatimu yakni wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, ialah daerah ananda menampung
semuanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu mirip gelas, buatlah laksana telaga yg bisa meredam setiap kepahitan itu dan
merubahnya menjadi kesejukan & kebahagiaan
4. Carilah kesimpulan yaitu isi perumpamaan simpati, kepedulian, empati atau perasaan langsung dlm bentuk dongeng inspiratif yang
berjudul: “Garam & Telaga”​

Jawaban:

3. zat adiktif adalah zat yg apabila di konsumsi mampu menyebabkan kecanduan atau ketergantungan

4. terletak pada paragraf terakhir yakni:

Demikianlah, hatimu ialah wadah itu. Perasaanmu yakni daerah itu. Kalbumu, yaitu kawasan ananda memuat segalanya. Makara, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg bisa meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesegaran & kebahagiaan.

Suatu di saat, hiduplah seorang tua yg bijak. Pada sebuah pagi, datanglah seorang anak muda yg sedang dirundung banyak problem. Langkahnya gontai & air wajah yg ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yg tak bahagia.
Tanpa mencampakkan waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yg bijak, cuma mendengarkannya dgn seksama. Ia kemudian mengambil segenggam garam, & meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, & katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak bau tanah itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, kemudian mengajak tamunya ini, untuk berlangsung ke tepi telaga di dlm hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, & karenanya sampailah mereka ke tepi telaga yg tenang itu.
Pak Tua itu, kemudian kembali menaburkan segenggam garam, ke dlm telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk & tercipta riak air, mengganggu ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dr telaga ini, & minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.
“Segar.”, sahut tamunya.
“Apakah ananda merasakan garam di dlm air itu?”, tanya Pak Tua lagi.
“Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia kemudian mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih & tak kurang. Jumlah & rasa pahit itu ialah sama, & memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan yg kita rasakan, akan sangat tergantung dr wadah yg kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dr perasaan kawasan kita menaruh segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Makara, saat ananda mencicipi kepahitan & kegagalan dlm hidup, cuma ada satu hal yg bisa ananda kerjakan. Lapangkanlah dadamu mendapatkan semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu lalu kembali menawarkan saran. “Hatimu, yaitu wadah itu. Perasaanmu adalah kawasan itu. Kalbumu, yaitu daerah ananda menampung segalanya. Kaprikornus, jangan jadikan hatimu itu mirip gelas, buatlah laksana telaga yg mampu meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesejukan & kebahagiaan.” Keduanya kemudian beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu.
Demikianlah, hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, ialah daerah ananda memuat segalanya. Makara, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg bisa meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesegaran & kebahagiaan.

Jelaskan wacana sudut pandang dlm cerita inspirasi fiksi di atas!​

Jawaban:

Pahitnya kehidupan, yakni layaknya segenggam garam, tak lebih & tak kurang. Jumlah & rasa pahit itu ialah sama, & memang akan tetap sama.

“Tapi, kepahitan yg kita rasakan, akan sangat tergantung dr wadah yg kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dr perasaan daerah kita meletakkan semuanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat ananda mencicipi kepahitan & kegagalan dlm hidup, hanya ada satu hal yg bisa ananda lakukan. Lapangkanlah dadamu mendapatkan seluruhnya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu kemudian kembali menawarkan anjuran . “Hatimu, yaitu wadah itu. Perasaanmu ialah kawasan itu. Kalbumu, yakni daerah ananda memuat segalanya. Makara, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesejukan & kebahagiaan.” Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama berguru hari itu.

Penjelasan:

semoga menolong

kalo membantu kasih bintang 5, jawaban tercedas & thanks ya…

maaf kalo salah

Suatu ketika, hiduplah seorang bau tanah yg bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yg sedang dirundung banyak problem. Langkahnya gontai & air paras yg ruwet. Tamu itu, memang terlihat seperti orang yg tak senang. Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yg bijak, cuma mendengarkannya dgn seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, & meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, & katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak renta itu. “Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, kemudian mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dlm hutan akrab kawasan tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, & alhasil sampailah mereka ke tepi telaga yg damai itu. Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dlm telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk & tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dr telaga ini, & minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”. “Segar.”, sahut tamunya. “Apakah ananda mencicipi garam di dlm air itu?”, tanya Pak Tua lagi. “Tidak”, jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, yakni layaknya segenggam garam, tak lebih & tak kurang. Jumlah & rasa pahit itu yaitu sama, & memang akan tetap sama. “Tapi, kepahitan yg kita rasakan, akan sangat tergantung dr wadah yg kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dr perasaan daerah kita meletakkan semuanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Makara, saat ananda mencicipi kepahitan & kegagalan dlm hidup, cuma ada satu hal yg bisa ananda lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima seluruhnya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.” Pak Tua itu kemudian kembali menunjukkan usulan. “Hatimu, ialah wadah itu. Perasaanmu yakni daerah itu. Kalbumu, ialah kawasan ananda memuat segalanya. Kaprikornus, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg mampu meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesegaran & kebahagiaan.” Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama mencar ilmu hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yg lain, yg sering tiba padanya menenteng kegelisahan jiwa. Demikianlah, hatimu ialah wadah itu. Perasaanmu yakni kawasan itu. Kalbumu, yaitu daerah ananda menampung segalanya. Kaprikornus, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yg bisa meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesejukan & kebahagiaan.

Jawaban:

Suatu sewaktu, hiduplah seorang renta yg bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yg sedang dirundung banyak problem. Langkahnya gontai & air paras yg ruwet. Tamu itu, memang terlihat mirip orang yg tak senang. Tanpa mencampakkan waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yg bijak, cuma mendengarkannya dgn seksama. Ia kemudian mengambil segenggam garam, & meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, kemudian diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, & katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak renta itu. “Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, kemudian mengajak tamunya ini, untuk berlangsung ke tepi telaga di dlm hutan bersahabat daerah tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, & risikonya sampailah mereka ke tepi telaga yg hening itu. Pak Tua itu, kemudian kembali menaburkan segenggam garam, ke dlm telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk & tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dr telaga ini, & minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”. “Segar.”, sahut tamunya. “Apakah ananda mencicipi garam di dlm air itu?”, tanya Pak Tua lagi. “Tidak”, jawab si anak muda. Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia kemudian mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, yaitu layaknya segenggam garam, tak lebih & tak kurang. Jumlah & rasa pahit itu yaitu sama, & memang akan tetap sama. “Tapi, kepahitan yg kita rasakan, akan sungguh tergantung dr wadah yg kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dr perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat ananda merasakan kepahitan & kegagalan dlm hidup, cuma ada satu hal yg bisa ananda kerjakan. Lapangkanlah dadamu menerima seluruhnya. Luaskanlah hatimu untuk memuat setiap kepahitan itu.” Pak Tua itu lalu kembali memberikan saran. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu yaitu kawasan itu. Kalbumu, yaitu kawasan ananda memuat semuanya. Kaprikornus, jangan jadikan hatimu itu mirip gelas, buatlah laksana telaga yg bisa meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesejukan & kebahagiaan.” Keduanya kemudian beranjak pulang. Mereka sama-sama mencar ilmu hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yg lain, yg sering datang padanya membawa kegelisahan jiwa. Demikianlah, hatimu ialah wadah itu. Perasaanmu adalah kawasan itu. Kalbumu, yaitu tempat ananda menampung segalanya. Kaprikornus, jangan jadikan hatimu itu mirip gelas, buatlah laksana telaga yg mampu meredam setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesegaran & kebahagiaan.

Cari kata berima,kata sulit & artinya

Gurindam

Jika ilmu yg diperoleh tak sempurna

Masa muda hidup tiada berkhasiat

Masa muda yaitu masa produktif

Maka gunakan dgn efektif

Jangan bertindak sebelum berfikir

Agar tak kecewa di kemudian hari

Syair

Mengerjakan kerja janganla malas

Lahir & batin janganlah culas

Jernihkan hati hendaklah lapang dada

Seperti air dlm gelas

Jika anda menjadi besar

Tutur & kata janganlah bernafsu

Janganlah mirip orang yg sasar

Banyaklah orang menaruh gusar

Kesukaan orang anda cari

Supaya hatinya jangan lari

Masyurlah anak anda dlm negeri

Sebab kelakuan bijak bestari

Nasihat ayahanda anak anda fikirkan

Keliru syaitan anak anda janganlah

Orang terpelajar anak anda hamparkan

Orang jahat anak anda jauhkan

jangan lah bertindak sebelum berfikir
supaya tak kecewa di kemudian hari .
insaalloh

Baca Juga:  25+ Pantun Cinta Untuk Cowok