Kisah Abu Nawas Merayu Tuhan

Kisah Abu Nawas “Merayu Tuhan”

 Tak selamanya Abu Nawas bersikap konyol Kisah Abu Nawas Merayu Tuhan

Tak selamanya Abu Nawas bersikap konyol. Kadang-kadang muncul kedalaman hatinya yg merupakan bukti kesufian dirinya. Bila sedang dlm kesempatan mengajar, ia akan menunjukkan balasan-jawaban yg berbobot sekalipun ia tetap menyampaikannya dgn ringan.

Seorang murid Abu Nawas ada yg sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia pula mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas jika sedang memperbincangkan sesuatu. Ini terjadi saat Abu Nawas mendapatkan tiga orang tamu yg mengajukan beberapa pertanyaan pada Abu Nawas.

“Manakah yg lebih utama, orang yg menjalankan dosa-dosa besar atau orang yg melakukan dosa-dosa kecil?” ujar orang yg pertama.
“Orang yg mengerjakan dosa kecil,” jawab Abu Nawas.
“Mengapa begitu,” kata orang pertama memburu.
“Sebab dosa kecil lebih mudah diampuni oleh Allah,” ujar Abu Nawas. Orang pertama itupun manggut-manggut sangat puas dgn balasan Abu Nawas.

Giliran orang kedua maju. Ia ternyata mengajukan pertanyaan yg sama, “Manakah yg lebih utama, orang yg melakukan dosa-dosa besar atau orang yg melakukan dosa-dosa kecil?” tanyanya.

“Yang utama ialah orang yg tak menjalankan keduanya,” ujar Abu Nawas.
“Mengapa demikian?” tanya orang kedua lagi.
“Dengan tak mengerjakan keduanya, pasti pengampunan Allah telah tak dibutuhkan lagi,” ujar Abu Nawas santai. Orang kedua itupun manggut-manggut menerima balasan Abu Nawas dlm hatinya.
Orang ketiga pun maju, pertanyaannya pun pula seratus persen sama. “Manakah yg lebin utama, orang yg mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yg melakukan dosa-dosa kecil?” tanyanya.
“Orang yg menjalankan dosa besar lebih utama,” ujar Abu Nawas.
“Mengapa bisa begitu?” tanya orang ktiga itu lagi.
“Sebab pengampunan Allah pada hamba-Nya sepadan dgn besarnya dosa hamba-Nya,” ujar Abu Nawas santai. Orang ketiga itupun merasa puas argumen tersebut. Ketiga orang itupun kemudian beranjak pergi.

Baca Juga:  Kucing Bedakan - Pantun Dari Nandu

Si murid yg suka mengajukan pertanyaan kontan berujar mendengar insiden itu. “Mengapa pertanyaan yg sama bisa menciptakan tiga balasan yg berlainan,” katanya tak mengerti.

Abu Nawas tersenyum. “Manusia itu terbagi atas tiga tingkatan, tingkatan mata, tingkatan otak & tingkatan hati,” jawab Abu Nawas.
“Apakah tingkatan mata itu?” tanya si murid.
“Seorang anak kecil yg melihat bintang di langit, ia akan menyebut bintang itu kecil lantaran itulah yg tampak dimatanya,” jawab Abu Nawas memberi ungkapan.
“Lalu apakah tingkatan otak itu?” tanya si murid lagi.
“Orang akil yg melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar lantaran ia memiliki pengetahuan,” jawab Abu Nawas.
“Dan apakah tingkatan hati itu?” Tanya si murid lagi.
“Orang pintar & paham yg melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil sekalipun ia tahu yg bekerjsama bintang itu besar, alasannya adalah baginya tak ada satupun di dunia ini yg lebih besar dr Allah SWT,” jawab Abu Nawas sambil tersenyum.
Si murid pun mafhum. Ia kemudian mengetahui kenapa satu pertanyaan mampu mendatangkan tanggapan yg berbeda-beda. Tapi si murid itu mengajukan pertanyaan lagi.
“Wahai guruku, mungkinkah manusia itu menipu Tuhan?” tanyanya.
“Mungkin,” jawab Abu Nawas santai mendapatkan pertanyaan aneh itu.
“Bagaimana caranya?” tanya si murid lagi.
“Manusia mampu mendustai Tuhan dgn merayu-Nya lewat kebanggaan & doa,” ujar Abu Nawas.
“Kalau begitu, ajarilah gue doa itu, wahai guru,” ujar si murid antusias.
“Doa itu adalah, “Ialahi lastu lil firdausi ahla, Wala Aqwa alannaril Jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzambil adzimi.” (Wahai Tuhanku, gue tak patut menjadi penghuni surga, namun gue tak besar lengan berkuasa menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah tobatku & ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau lah Dzat yg mengampuni dosa-dosa besar).

Baca Juga:  Pantun Cinta Gombal Lucu 2023

Banyak orang yg mengamalkan doa yg merayu Tuhan ini.

Kisah Abu Nawas Lainnya => Mengecoh Raja