SEKS DAN GENDER

SOSIOLOGI GENDER
SEKS, GENDER DAN REPRODUKSI KEKUASAAN
Berbagai bentuk ketimpangan di dlm praktek sekswual terjadi dengan-cara meluas dr pemaksaan relasi seksual,

praktek menjual perempuan pada orang lain, hingga sikap jajan pria yg dengan-cara langsung menunjukkan betapa wanita tak mendapatkan hak monogamy yg seharusnya diperoleh.

Kasus Yudhi yg divonis satu tahun alasannya menjual istrinya, Rini Sundari dgn tarif sekurang-kurangnyaRp 300.000 sekali pakai. Hasil “penjualan” itu dipakai Yudhi untuk berfoya-foya. Hal itu belum cukup alasannya adalah Yudhi kemudian ringan tangan, memukuli istrinya (sumber: majalah Gatra, 4 Maret 2000).
Dalam berbagai rubrik majalah, perempuan mengeluh terhadap tindakan suaminya dlm melakukan korelasi seks tatkala sang suami sering memaksa meskipun istri sedang tak siap melakukannya. Belum lagi ganjalan ihwal hubungan seks yg tak dapat dinikmati oleh perempuan. Dalam banyak sekali hal perempuan pula tak menerima haknya selaku satu-satunya orang yg digauli oleh suami mereka sebab perselingkuhan yg dikerjakan oleh suami. Demikian pula praktek jajan yg dlm banyak sekali laporan dinilai sebagai kebiasaan laki-laki.
Gambaran relasi pria & perempuantelah menjadi realitas social yg terbentuk dengan-cara historis oleh berbagai proses sosial, yg kemudian menjadi sebuah susunan kekuasaan daerah perempuan berada pada posisi yg tersubordinasi di dlm kehidupan seksual.
Perempuan disini terlihat mesti memenuhi segala macam standar yg ditentukan oleh laki-laki (atau oleh struktur yg menguntungkan laki2). Nilai tolok ukur itu merupakan realitas obyektif yg meminta kepatuhan2 sehingga menjadi praktek yg terus-menerus berulang di dlm kehidupan social.
Kepatuhan-kepatuhan social perempuan tak terlepas dr ideology nature & culture atau obyek & subyek yg perempuan ditempatkan sebagai obyek dlm dunia laki-laki. Dari sini mampu dinterpretasikan bahwa laki-laki telah memastikan & melestarikan kekuasaannya lewat banyak sekali instrument, termasuk lewat seks. Seks memang sudah menjadi wilayah penting kawasan korelasi kekuasaan laki-laki & perempuan diterapkan & diuji. Persoalannya kemudian yaitu, kenapa laki-laki mesti mensubordinasi perempuan & kenapa ia “takut” bahwa perempuan akan merebut kekuasaan itu?
Sebelum sampai pada jawaban pertanyaan tersebut, apalagi dahulu akan dibicarakan posisi perempuan selaku obyek dlm aneka macam pertukaran social kawasan laki-laki mempraktikkan kekuasaannya.
PEREMPUAN SEBAGAI OBYEK PERTUKARAN SOSIAL
Setiap wacana yg dibangun condong mereproduksi ketimpangan yg memastikan kembali hak-hak perempuan yg paling faktual, yg dipelajari bukan cuma dr sistim nilai yg ada, tetapi yg dipelajari dr praktik-praktik yg muncul dlm kehidupan sehari-hari.
Dalam proses eksternalisasi, insan memberi arti & interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki & perempuan yg kemudian melahirkan suatu struktur yg bias gender dgn pembagian2 hak fankewajiban dengan-cara seksual.Hal ini kemudian menjadi realitas obyektif yg memiliki daya paksa kepada manusia yg semula menciptakannya.
Secara biologis, perempuan & laki-laki ialah makhluk yg berlainan Perbedaan itu mendapatkan artikulasi cultural yg menghasilkan anggapan bahwa wanita merupakan makhluk yg lemah & memerlukan bantuan. Kelemahan (biologis) wanita dengan-cara jelas dimanfaatkan oleh laki-laki di dlm praktik seksual yg tak sehat & ini sesungguhnya merupakan penegasan kepada dominasi pria, suatu hubungan kekuasaan yg tersususn dengan-cara social. Dominasi semacam ini menjadi gambaran umum dlm banyak sekali praktik kehidupan yg melibatkan laki-laki & wanita.
Disatu segi paraktik2 seks merupakan lisan dr suatu sistim nilai & norma yg berlaku dlm penduduk . Disisi lain, seksualitas sungguh terikat pada sistim nilai itu, sebab sistim nilai merupakan sumber normatif yg mengendalikan tata kehidupan. Nilai pula merupakan serangkaian alat ukur yg memilih yg boleh & yg tak boleh. Jika dikaji banyak sekali nilai ihwal hubungan pria & wanita dlm hal seksualitas, dgn gampang dapat dilihat betapa diskriminasi seksual itu menjadi tanda-tanda yg biasa .
SEKS DAN REPRODUKSI KEKUASAAN LELAKI
Dalam kenyataan dimasyarakat, seks walaupun merupakan sesuatu yg tabu dengan-cara normatif, seks tetap merupakan tema pembicaraan yg penting yg bahkan direproduksi dlm banyak sekali bentuk wacana Untuk itu, mempesona untuk dikaji saipa yg membahas seks & sudut pandang apa yg digunakan pada ketika orang membicarakannya. Seks kemudian mampu dilihat sungguh berorientasi pada golongan yg menimbulkan seks menjadi alat di dlm penegasan kekuasaan pria yg dipakai dengan-cara berlawanan antara satu kelompok orang dgn golongan yg berlainan.
Seks merupakan sarana reproduksi, sekaligus sumber kesenangan, & bahwasanya pula merupakan sentra eksistensi insan, alasannya seks menegaskan kekerabatan-kekerabatan kekuasaan pelakunya. Di dlm gerakan kebudayaan suatu penduduk , wanita merupakan suatu produk yg disantap, yg merupakan pemuas keperluan  pria & merupakan penggalan dr keseluruhan proses negosiasi & persetujuan sosial.
Kehidupan seks yg intinya dimaksudkan untuk melanjutkan keturunan, kemudian dimanipulasi manusia. Melalui lembaga, sering kali fungsinya menjadi status social, misalnya, beristri tiga atau empat untuk gengsi. Atau fungsinya menjadi pemuas naluri dasar di luar perkawinan, pemuas nafdu seks semata & kehamilan dicegah. Seks malah menjadi industri penting dgn alasan memajukan potensi kerja & menyukseskan proyek turisme.

Berbagai praktek seks yg terdapat di dlm penduduk kita dapat menjadi alat untuk mengukur perkembangan masyarakat itu sendiri & pertumbuhan-perkembangan di dlm relasi pria & perempuan. Seksualitas ialah cermin nilai-nilai penduduk , akhlak, agama, forum-forum besar mirip Negara, & korelasi-relasi kekuasaan antara pria & wanita. Dalam aneka macam praktek seksual, dominasi laki-laki bukan tanpa perlawanan yg menunjukkan adanya negosiasi kekuasaan.
Baca Juga:  Tanya Jawab Pengantar Manajemen