Puisi Cahaya Ilmu Agama

Rindu



Maka tatkala senja mulai turun merayapi kaki bukit, gue merasakan desau angin di sela-sela dedaunan. Langit perlahan-lahan mengganti warna biru kehijauannya dgn temaram. Begitu pula, hatiku tergantikan dgn suatu perasaan yg sulit dilukiskan.

Ada gejolak rindu. Tetapi bukan untuk makhluk apapun.
Ada keinginan bahagia. Tetapi bukan kebahagiaan di puncak dunia. Setidaknya gue masih mampu meraih puncak kebahagiaan manusia-insan dunia. Dan ketertarikanku padanya telah memudar.

Ada kesyahduan bertalu-talu. Menggetarkan sonora cintaku.

Aku ingin pulang dlm ketentraman. Begitu kata hatiku. Pulang ke tempat tinggal pertama yg ditawarkan bagi insan-insan yg menjalani hidup dlm kebajikan.

Aku ingin pulang dgn hati yg tentram: dipenuhi embun-embun sejahtera & kesentosaan. Aku ingin ia menerimaku: mendapatkan amal-amal yg sedapat mungkin mampu kulakukan.

Aku ingin berkata, “Aku sujudkan keningku, sampai tatkala malam-malam sunyi sekalipun. Aku tapakan kedua tanganku untuk bersujud kepada-Mu sebisaku. Aku heningkan hati pikiranku dr kekusutan duniawi, beralih pada ketentraman ibadat kepada-Mu.

“Aku lepaskan syahwat nafsuku & kubeningkan. Aku teteskan air mata & kubiarkan membasuh lukaku. Aku luruskan niat cuma untuk menggapai keridhaan-Mu…

“Semua itu kulakukan biar suatu hari nanti, tatkala gue bertemu dengan-Mu di hari yg maha megah, kamu terima diriku.”



Baca Juga:  Fitur Apa Sajalah Yang Harus Dalam Sebuah Social Learning Networks Menyapa?