Koleksi Puisi Rindu

Puisi-Puisi Gina Hayana

 

Puisi Rindu Cinta Romantis

KISAH SEBUTIR CINTA


AKU heran pada Cinta yg tersisa di danau kepunyaanku. Ingin kusimpan baik-baik, kujaga rapi-rapi, agar selamanya indah di sana. Biarkanlah ia tetap elok dlm kemungilannya. Akupun tak berharap cinta itu berkembang & berseri, kemudian menyesaki dadaku. Aku pula tidak mau cinta yg indah itu berubah menjadi tangan-tangan berpengaruh yg menghempaskanku dalam kesepian. 

Biarlah ia menjadi sebutir cinta yg cantik; yg tanganku kuasa mengambilnya untuk kulihat kecantikannya & gerat-gerat indah tenunannya. Nanti gue akan tahu, dr segi manakah ia telah menawanku, berbagi sepucuk rindu di dadaku, & mempersembahkan segaris impian yg mengajak perasaanku supaya menjadi pendamping kehidupanmu.

Biarlah ia menjadi sebutir cinta yg manis; yg apabila diri teringat padamu, gue dapat melihat bayang-bayang keanggunanmu yg membuatku tak berdaya; gue dapat menyaksikan sisi akhlakmu yg memesona seluruh syaraf-syaraf tubuhku.

Setiap kali memandang butir Cintaku, gue tahu wajahmu bagai daya tarik cahaya senjakala, kekhidmatan gemarai daun gafradiel, atau nyanyian sunyi angin Armanin. Menatap wajahmu, setiap kata dlm pikiranku menyusun diri menjadi baris-baris puisi, & alam pikiranku menjadi mimpi. 

Dan apabila seulas senyuman mengembang di rona pipi putihmu, gue rasa berjatuhanlah seluruh kerisauan dr ujung kepala sampai ujung kakiku. Aku menyaksikan kembang-kembang berhias diri & trend bermetamorfosis ekspresi dominan bersemi. Di mana-mana burung berkicau riang, matahari bercahaya dgn cahaya sejuknya, & udara amat malu mengembara kecuali apabila sudah mengharumkan tubuhnya.

Tolong, jangan beranjak dulu. Duduklah sejenak lagi lantaran mataku menangkap keindahan puisi dlm diammu, merasakan telaga kedamaian pada tatap syahdumu, & mengenali kegembiraan sedang mengalir ke dlm jiwaku kala menyaksikan senyuman bibirmu.

Ah, rupanya keindahanmu wangsit bagi para sastrawan & kekuatan yg menciptakan membisu para filosof.

Baca Juga:  Kata Bijak Motivasi Ikhlas Dengan Tuhan

Tetapi rasa-rasanya sebutir cinta itu tak lagi mungil & anggun. Ia telah berganti ganas. Pikiranku linglung. Perasaankuu tak menentu. Apakah benar yg dibilang saudaraku, bahwa apabila kejatuhan sebutir cinta saja, gue akan mendekati menjadi abnormal?
  

 ♥♥♥

  

Puisi Rindu Ibu dr Seorang Lelaki 

ELANG GUNUNG GEMORA

 

DI CELAH Gunung Gamora nan agung, gue melihatnya menukik searah penderasan. Gemuruh air mengiringi panorama mengagumkan itu. Ia meluncur laksana anah panah yg membelah udara. Ia terus meluncur. Cepat. Dan bertambah cepat. Matanya terkatup rapat karena mata perasaannya telah menggantikan penglihatannya.

Dan tatkala jarak antara dirinya & permukaan arungan hanya beberapa tombak saja, kedua sayapnya mengepak indah. Udara yg dipenuhi butiran air melontarkan kesejukan ke sekujur tubuhnya. 

Dalam-dalam ia menghirupnya seolah mengisi ruang hati yg dilanda rindu.

Di antara bunyi geranjas arungan & tiupan seruling bambu, gue mendengar suatu nyanyian rindu – dikumandangkan dr jiwa yg gagah berani. 

Oh, langit manakah yg sanggup menampung pedihnya kerinduan? Air mataku menggenang, tangisku tak lagi terdengar, & apakah hati ini harus terendam air kerinduan!? Telah kubelah benteng cuek Utara, sudah kujelajah rimba-rimba yg berkembang di masa lalu, & kuturuti nasehat bijak bestari dr samudera timur. Namun rindu hati tak pernah meluntur.

Ingin kukatakan! Kakiku sarat gores luka, sayap-sayapku acap kali kaku dlm kepaknya, & mataku rabun diterjang pengembaraan. Di ujung negeri, gue menjelajahi rimbanya. Dan kujuga negeri ini dr musuh-musuh yg mengusik: kerja-kerjaku dlm sepi, tak satupun mata yg melihatnya, tak ada satupun yg mengenali penderitaanku, tak ada yg mengetahui pengorbananku, maka kupinta sebuah hati yg yang dibuat dr serat keikhlasan. 

Aku terluka & cuma luka itu yg menemaniku. Aku menangis pilu, & tak mitra meskipun mengering air mataku. Satu-satunya mitra yaitu kesendirian. Dari sinilah pohon kerinduan itu berkembang. Maka gue merindukanmu, Ibu. Sesungguhnya satu kata yg kudengar darimu cukup untuk melenyapkan panasnya dadaku & menyirami hati dgn embun kesegaran. Semua penderitaan itu tak ada artinya dibandingkan kebahagiaan menatap wajahmu. 

Baca Juga:  Daerah Penghasil Batubara

Aku tahu Pohon Kejayaan ini besar lantaran simbah darah para pejuang, pula air mata tulus para pendoa, & disuburkan keringat para prajuritnya. Tetapi hari ini gue ingin pulang kepadamu: mereguk ketenangan bersamamu, Ibu.


 ♥♥♥

 

Puisi Rindu Cinta Seorang Wanita Pada Lelaki Agung

PENUNGGANG UDARA


Karena dirimu air rinduku bergejolak!

Lihatlah dia! Seorang putri suku Ardagia. Wajahnya laksana lukisan tentara perang, & matanya menyatakan keberanian yg tak patah dihadapan besi baja. Lihatlah! ia menunggang kuda tak ubahnya pria Gunung Gahora.

Dalam darahnya mengalir semangat yg menggelegak. Ia mampu bertahan di tengah gurun penderitaan. Ia mampu merusak musuhnya dgn memasukan rasa gentar.

Debu-debu, deru angin nan hambar, pula matahari yg mengkremasi yakni saksi suatu kekuatan jiwa; jiwa yg terpimpin tujuan hidup. Seumpama elang, ia menaklukan keluasan langit & mengepakan sayap kebebasan.

Air matanya yg menitik adalah air mata kerinduan.

Ia mengacungkan pedang sementara tubuhnya mengikuti irama rentak kuda. Dan anginpun mengibarkan zirah kebesaran yg cuma patut dipakai oleh jiwa-jiwa besar. Aku menyaksikan sorot mata yg tak takut pada maut. Daripadanya lahirlah kehidupan yg membebaskan. Bukan hidup yg terbelenggu & terkungkung. Maka yakni lebih baik hidup sehari dlm keberanian, ketimbang seribu tahun dlm kepengecutan!

Dia wanita yg menanggung kerinduan. Namun hatinya dipenuhi api kemarahan. ia bertanya apakah zaman tak mau melahirkan seorang laki-lakipun yg berani mengkhotbahkan kebenaran? Apakah tak ada pria yg sanggup menanggung kepahitan demi kebenaran sejati? Ia tak melihat kecuali para pengkhotbah yg menukar kata-kata bijak dgn setumpuk emas. 

Baca Juga:  . ____ Come To Yogyakarta Every Month. (Me/I) 2. ____ Spends The Weekend Playing Guitar. (His/He) 3. ____ Told Me That They Sent E-mail To Each Other Every Day.

Dia hanya melihat pria yg membiarkan diri mereka membusuk dr waktu ke waktu, karena mereka tak bisa hidup selaku dirinya sendiri. Mereka ialah laki-laki yg merelakan diri selaku budak kehidupan. Bukan laki-laki yg menertibkan kehidupan.  

Mereka yaitu laki-laki yg tak memiliki rasa malu mengeluhkan tentang kehidupannya. Padahal kehidupan ialah anugerah yg mesti diterima dgn kesyukuran, yg badainya mesti dihadapi dgn gagah berani, yg gelombangnya mesti dipecahkan dgn kekuatan jiwa, & amuk penderitaannya diluluhlantakan dgn keihklasan.


Maka wanita itu murka pada mereka yg memiliki kedigdayaan, tetapi membiarkannya tenggelam di sudut panik. Ia marah pada para lelaki pahlawan yg membatalkan keagungannya sendiri dgn masuk dlm kubangan kepengecutan. Maka tatkala air mata menitik darinya, itu yakni air mata penuh keagungan.

Bersama kudanya, ia telah melanglang buana. Tetapi di manakah laki-laki agung yg ia cari? yg berani mendaki tebing-tebing curam, menggagahi gunung-gunung berbatu, membelah udara beku, yg suaranya membisik pada rimba-rimba kehidupan. Laki-laki yg masuk ke kancah peperangan kehidupan sampai kudanya terengah-engah; yg menabuh genderang perang pada kejelekan; yg menebaskan pedangnya hingga patah menjadi dua. Laki-laki yg merentangkan sayapnya demi meneduhkan hati yg gundah. Mengepakannya sehingga bangunlah bocah-bocah kecil dr lamunan panjangnya; pria yg memimpin kaumnya menuju kegagahan & mengarahkan perempuan pada keanggunan.

Maka tatkala matahari hampir surut di ufuk Barat, wanita itu telah tiba di halaman rumahnya. Api kemarahannya sekarang bercampur ketidakpuasan: yg dicari tak ditemukan, yg diperlukan tak kunjung datang. Namun di tengah lamunannya, suatu lintasan terdetik dlm hatinya tatkala menyaksikan dua putri & putra kecilnya yg lucu. Lalu iapun berkata pada dirinya sendiri, “Aku adalah perempuan agung yg membentuk wanita & laki-laki agung!”


 ♥♥♥