Daftar Isi
hati yg para menerimanya. kelompok dlm menyatakan usulan & perasaannya, seperti tatkala berdemonstrasi ataupun rapat-rapat umum. Kata-kata mereka agresif alati bertendensi menyerang. Tentu saja, hal itu sungguh menggores Gejala yg sama terlihat pula pada penggunaan bahasa oleh pemerintah. Tanggapan-tanggapan mereka terdengar pedas, vulgar, & politisi kita, misalnya tatkala melontarkan kritik terhadap kebijakan beberapa di antaranya cenderung provokatif. Padahal sebelumnya, pada zaman pemerintahan Orde Baru, pemakaian bahasa dibingkai dengan-cara santun melalui penyeleksian kata yg dihaluskan maknanya (epimistis). Kita pun tentu gelisah sebagai orang renta. Kita sering menyaksikan agama. kebiasaan berbahasa belum dewasa & para remaja yg berangasan denga: dibumbui sebutan-sebutan antarsesama yg sangat miris untuk didengar Fenomena tersebut menawarkan adanya penurunan kriteria moral & tata nilai yg berlaku dlm penduduk itu. Ketidaksantunan berhubungan pula dgn rendahnya penghayatan penduduk kepada budayanya karena kesantunan berbahasa itu tak hanya berkaitan dgn ketepatan dlm pemilikan kata ataupun kalimat. Kesantunan itu berkaitar: pula dgn adat pergaulan yg berlaku dlm masyarakat itu. Penvebab terutama adalah kemajuan masyarakat yg sudah tak menghiraukan perubahan nilai-nilai kesantunan & tata krama dlm sebuah penduduk . Misalnya, kesantunan (tata krama) yg berlaku pada zaman kerajaan yg berlainan dgn yg berjalan pada masa kemerdekaan & pada masa sekarang. Kesantunan pula berhubungan dgn daerah: nilai-nilai kesantunan di kantor berlawanan dgn di pasar, di terminal, & di rumah. Pergaulan global & pertukaran informasi pula membawa pengaruh pada pergantian budaya, khususnya berkaitan dgn nilai-nilai kesantunan itu. Fenomena demikian mengakibatkan para cukup umur & anggota masyarakat yang lain gamang dlm berbahasa. Pada akhirnya mereka memiliki kaidah berbahasa yg mereka anggap bergengsi, tanpa mengindahkan kaidah bahasa yg bergotong-royong. Sejalan dgn perubahan waktu & tantangan global, banyak kendala dlm upaya pembelajaran tata krama berbahasa. Misalnya, tayangas televisi yg bertolak belakang dgn prinsip tata kehidupan & tata krama orang Timur. Sementara itu, sekolah pula kurang mengamati kesantunan berbahasa & lebih mengutamakan kualitas otak siswa dlm penguasaan iptek.
Informasi/pengetahuan apa saja yg mampu ananda temukan dr ceramah diatas? jelaskan
Jawaban:
Kita dapat mengambil kebijiakan saat berdemokrasi, dng cara santun, & bicara yg sopan semoga berjalan dgn tanpa gangguan
Bapak-bapak & Ibu-ibu yg berbahagia,
Pemilihan kata-kata oleh masyarakat tamat-tamat ini condong semakin menurun kesantunannya dibandingkan dgn zaman saya dulu tatkala kanak- kanak. Hal tersebut terlihat pada istilah-ungkapan pada banyak kelompok dlm menyatakan pertimbangan & perasaannya, seperti tatkala berdemonstrasi ataupun rapat-rapat lazim. Kata-kata mereka agresif atau bertendensi menyerang. Tentu saja, hal itu sungguh menggores hati yg menerimanya.
Gejala yg sama terlihat pula pada penggunaan bahasa oleh para politisi kita, misalnya tatkala melontarkan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Tanggapan- tanggapan mereka terdengar pedas, vulgar, & beberapa di antaranya cenderung provokatif. Padahal sebelumnya, pada zaman pemerintahan Orde Baru, pemakaian bahasa dibingkai dengan-cara santun melalui penyeleksian kata yg dihaluskan maknanya (epimistis).
Kita pun tentu gusar selaku orang bau tanah. Kita sering menyaksikan kebiasaan berbahasa bawah umur & para sampaumur yg bergairah dgn dibumbui sebutan-sebutan antarsesama yg sangat miris untuk didengar. Fenomena tersebut memperlihatkan adanya penurunan kriteria moral, agama, & tata nilai yg berlaku dlm penduduk itu. Ketidaksantunan berhubungan pula dgn rendahnya penghayatan penduduk kepada budayanya alasannya adalah kesantunan berbahasa itu tak hanya berhubungan dgn ketepatan dlm pemilikan kata taupun kalimat. Kesantunan itu berhubungan pula dgn etika pergaulan yg berlaku dlm penduduk itu.
Penyebab terutama ialah perkembangan masyarakat yg telah tak menghiraukan perubahan nilai-nilai kesantunan & tata krama dlm suatu penduduk . Misalnya, kesantunan (tata krama) yg berlaku pada zaman kerajaan yg berbeda dgn yg berlangsung pada masa kemerdekaan & pada masa sekarang. Kesantunan pula berkaitan dgn tempat: nilai-nilai kesantunan di kantor berlainan dgn di pasar, di terminal, & di rumah.
Pergaulan global & pertukaran info pula membawa dampak pada perubahan budaya, khususnya berkaitan dgn nilai-nilai kesantunan itu. Fenomena demikian menyebabkan para cukup umur & anggota masyarakat yang lain gamang dlm berbahasa. Pada akhirnya mereka mempunyai kaidah berbahasa yg mereka anggap bergengsi, tanpa mengindahkan kaidah bahasa yg sebetulnya.
Sejalan dgn perubahan waktu & tantangan global, banyak kendala dlm upaya pembelajaran tata krama berbahasa. Misalnya, tayangan televisi yg bertolak belakang dgn prinsip tata kehidupan & tata krama orang Timur. Sementara itu, sekolah pula kurang memperhatikan kesantunan berbahasa & lebih mengutamakan mutu otak siswa dlm penguasaan iptek.
Selain itu, kesantunan berbahasa sering pula diabaikan dlm lingkungan keluarga. Padahal, berguru bahasa seharusnya dilaksanakan saban hari agar anak dapat menghayati betul bahasa yg digunakannya. Anak mencar ilmu tata santun berbahasa mulai di lingkungan keluarga.
Nilai-nilai kesantunan berbahasa dlm beragama pula merupakan salah satu keharusan manusia yg bentuknya berupa perkataan yg lembut & tak menyakiti orang lain. Kesantunan dipadankan dgn konsep qaulan karima yg mempunyai arti ucapan yg lemah lembut, penuh dgn pemuliaan, penghargaan,
Analisislah belahan yg merupakan pendahuluan, isi/rangkaian argumen, & penegasan dlm teks ceramah di atas
mohon Bantuanya yg pro
Jawaban:
Pendahuluan:
Bapak-bapak & Ibu-ibu yg berbahagia,
Pemilihan kata-kata oleh masyarakat tamat-akhir ini condong kian menurun kesantunannya dibandingkan dgn zaman saya dahulu tatkala kanak- kanak. Hal tersebut tampak pada ungkapan-ungkapan pada banyak kelompok dlm menyatakan usulan & perasaannya, mirip tatkala berdemonstrasi ataupun rapat-rapat lazim. Kata-kata mereka agresif atau bertendensi menyerang. Tentu saja, hal itu sangat menggores hati yg menerimanya.
Isi:
Gejala yg sama terlihat pula pada penggunaan bahasa oleh para politisi kita, misalnya tatkala melontarkan kritik kepada kebijakan pemerintah. Tanggapan- respon mereka terdengar pedas, vulgar, & beberapa di antaranya cenderung provokatif. Padahal sebelumnya, pada zaman pemerintahan Orde Baru, pemakaian bahasa dibingkai dengan-cara santun melalui penyeleksian kata yg dihaluskan maknanya (epimistis).
Kita pun tentu bingung selaku orang bau tanah. Kita sering menyaksikan kebiasaan berbahasa belum dewasa & para remaja yg agresif dgn dibumbui sebutan-sebutan antarsesama yg sungguh miris untuk didengar. Fenomena tersebut menunjukkan adanya penurunan standar moral, agama, & tata nilai yg berlaku dlm masyarakat itu. Ketidaksantunan berhubungan pula dgn rendahnya penghayatan masyarakat terhadap budayanya sebab kesantunan berbahasa itu tak cuma berkaitan dgn ketepatan dlm pemilikan kata taupun kalimat. Kesantunan itu berkaitan pula dgn adab pergaulan yg berlaku dlm masyarakat itu.
Penyebab khususnya ialah perkembangan penduduk yg sudah tak menghiraukan perubahan nilai-nilai kesantunan & tata krama dlm sebuah penduduk . Misalnya, kesantunan (tata krama) yg berlaku pada zaman kerajaan yg berlainan dgn yg berjalan pada masa kemerdekaan & pada masa sekarang. Kesantunan pula berhubungan dgn tempat: nilai-nilai kesantunan di kantor berlainan dgn di pasar, di terminal, & di rumah.
Pergaulan global & pertukaran isu pula menjinjing efek pada pergantian budaya, khususnya berhubungan dgn nilai-nilai kesantunan itu. Fenomena demikian menjadikan para sampaumur & anggota masyarakat yang lain gamang dlm berbahasa. Pada kesudahannya mereka memiliki kaidah berbahasa yg mereka anggap bergengsi, tanpa mengindahkan kaidah bahasa yg bantu-membantu.
Sejalan dgn perubahan waktu & tantangan global, banyak kendala dlm upaya pembelajaran tata krama berbahasa. Misalnya, tayangan televisi yg bertolak belakang dgn prinsip tata kehidupan & tata krama orang Timur. Sementara itu, sekolah pula kurang mengamati kesantunan berbahasa & lebih mengutamakan kualitas otak siswa dlm penguasaan iptek.
Selain itu, kesantunan berbahasa sering pula diabaikan dlm lingkungan keluarga. Padahal, berguru bahasa semestinya dilaksanakan saban hari biar anak mampu menghayati betul bahasa yg digunakannya. Anak mencar ilmu tata santun berbahasa mulai di lingkungan keluarga.
Nilai-nilai kesantunan berbahasa dlm beragama pula merupakan salah satu kewajiban manusia yg bentuknya berbentukperkataan yg lembut & tak menyakiti orang lain. Kesantunan dipadankan dgn konsep qaulan karima yg memiliki arti ucapan yg lemah lembut, sarat dgn pemuliaan, penghargaan,
12.
Bacalah penggalan cerpen berikut ini!
Kesimpulan yg sempurna untuk bacaan disamping adalah ….
a. Semut tak peduli dgn apa yg dikerjakan
Belalang terhadap diriya
b. Belalang merasa menyesal telah bersikap malas-malasan
c. Semut mengumpulkan kuliner untuk persediaan demikian
juga belang melaksanakan hal yg sama
d. Semut yakni pekerja yg rajin sedangkan Belalang
hewan yg malas
Suatu tatkala dikala dlm perjalanan mengumpuljan kuliner, semut
berjumpa dgn belalang. Belalang menyapa sl semut dan
menyampaikan kenapa la begitu kerja keras sedangkan di hutan begitu
banyak makan yg tersedia. Dengan bijak semut menjawab bahwa la
tidak ingin kehabisan persediaan untuk demam isu hambar. Sambil
mengkonsumsi daun yg didekatnya belalang mengejek sl semut dan
berkata lagl, “Musim acuh taacuh masih usang, tak perlu kerja begitu keras,
bersenang-senanglah dulu.’ Tapl, semut tak mengindahkan kata
belalang & kembali meneruskan pekerjaannya. Hal itu berlangsung
sampai sementara waktu dimana si semut makin rajin & si belalang
yang bersantai
Jawaban:
d. Semut ialah pekerja yg bersungguh-sungguh sedangkan Belalang binatang yg malas
Penjelasan:
semoga membantu:)
Bapak-bapak & Ibu-ibu yg berbahagia,
Pemilihan kata-kata oleh masyarakat tamat-selesai ini condong makin
menurun kesantunannya dibandingkan dgn zaman saya dahulu tatkala
kanak-kanak. Hal tersebut terlihat pada perumpamaan-ungkapan pada banyak kalangan dlm menyatakan pendapat & perasaannya, seperti tatkala
berdemonstrasi ataupun rapat-rapat umum. Kata-kata mereka kasar atau
bertendensi menyerang. Tentu saja, hal itu sangat menggores hati yg
mendapatkannya.
Gejala yg sama terlihat pula pada penggunaan bahasa oleh para
politisi kita, contohnya tatkala melontarkan kritik terhadap kebijakan
pemerintah. Tanggapan-tanggapan mereka terdengar pedas, vulgar, &
beberapa di antaranya condong provokatif. Padahal sebelumnya, pada
zaman pemerintahan Orde Baru, pemakaian bahasa dibingkai dengan-cara
santun lewat penyeleksian kata yg dihaluskan maknanya (epimistis).
Kita pun tentu bingung selaku orang bau tanah. Kita sering menyaksikan
kebiasaan berbahasa belum dewasa & para sampaumur yg bernafsu dgn
dibumbui sebutan-sebutan antarsesama yg sangat miris untuk didengar.
Fenomena tersebut memberikan adanya penurunan persyaratan moral,
agama, & tata nilai yg berlaku dlm masyarakat itu. Ketidaksantunan
berhubungan pula dgn rendahnya penghayatan penduduk terhadap
budayanya alasannya kesantunan berbahasa itu tak cuma berhubungan dgn
ketepatan dlm pemilikan kata ataupun kalimat. Kesantunan itu berhubungan
pula dgn akhlak pergaulan yg berlaku dlm penduduk itu.
Penyebab khususnya adalah pertumbuhan masyarakat yg sudah
tidak menghiraukan perubahan nilai-nilai kesantunan & tata krama
dalam suatu penduduk . Misalnya, kesantunan (tata krama) yg berlaku
pada zaman kerajaan yg berbeda dgn yg berjalan pada masa
kemerdekaan & pada masa kini. Kesantunan pula berkaitan dgn
kawasan: nilai-nilai kesantunan di kantor berlawanan dgn di pasar, di
terminal, & di rumah.
Pergaulan global & pertukaran informasi pula membawa dampak
pada pergeseran budaya, khususnya berkaitan dgn nilai-nilai
kesantunan itu. Fenomena demikian menyebabkan para akil balig cukup akal &
anggota penduduk yang lain gamang dlm berbahasa. Pada jadinya
mereka memiliki kaidah berbahasa yg mereka anggap bergengsi, tanpa
mengindahkan kaidah bahasa yg bahu-membahu.
Sejalan dgn perubahan waktu & tantangan global, banyak kendala
dalam upaya pembelajaran tata krama berbahasa. Misalnya, tayangan
televisi yg bertolak belakang dgn prinsip tata kehidupan & tata
krama orang Timur. Sementara itu, sekolah pula kurang mengamati
kesantunan berbahasa & lebih mengutamakan kualitas otak siswa dlm
penguasaan iptek.
Informasi/pengetahuan apa saja yg dapat ananda temukan dr teks
ceramah di atas? Jelaskan!
Suatu tatkala saat dlm perjalanan menghimpun makanan, semut bertemu dgn belalang. Belalang menyapa si semut & menyampaikan kenapa ia begitu banyak masakan yg tersedia. Dengan bijak semut menjawab bahwa ia tidak mau kehabisan persediaan untuk ekspresi dominan masbodoh. Sambil memakan daun yg didekatnya belalang mengejek si semut & berkata lagi “animo hambar masih lama, tak perlu bekerja begitu keras, bersenang-senanglah dahulu”. Tapi, semut tak mengindahkan kata belalang & kembali meneruskan pekerjaannya. Hal itu berlangsung hingga beberapa waktu dimana semut kian bersungguh-sungguh bekerja & si belalang tetap berpangku tangan. Simpulan yg tepat untuk bacaan di atas yakni ….
Jawaban:
Kesimpulannya :
Semut menggunakan waktu yg penting untuk melaksanakan persiapan menghadapi isu terkini acuh taacuh sedangkan Belalang menggunakan waktu yg penting untuk bersenang senang bukannya melaksanakan persiapan.
Penjelasan:
Jadi waktu yg penting harus digunakan untuk hal hal yg penting pula bukannya untuk bersenang senang.